Oleh : Sayed
Muhammad Kamal
Waktu
itu salah satu organisasi kampus IAIN Korp sukarela PMI IAIN mengadakan lintas terampil
tingkat Nasional, tepatnya disuatu kawasan Aceh Besar daerah indrapuri di
sebuah desa pendalaman yaitu kreung jreu.
Lintas
Terampil adalah salah satu kegiatan sosial yang melatih kader anggota PMI,
adapun kegiatan tersebut dalam bentuk materi dan praktek.
Pesertanya
utusan Universitas tingkat Nasional yang bergabung dalam wadah organisasi PMI,
masing-masing Universitas di minta mengirim peserta sebanyak lima orang, mereka
diminta mengisi formulir dan membayar Administrasi.
Persiapan
untuk mengadakan event tersebut pun mendapat respon baik dari berbagai pihak
termasuk Rektor IAIN dan beberapa
lembaga lainnya, mereka memberi dukungan baik berupa finansial dan motivasi
juga turut serta meramaikan kegiatan.
Seluruh
anggota KSR-PMI IAIN dilibatkan demi kesuksesasan acara, tiap-tiap anggota
mendapat tugas masing-masing per seksi, diantaranya ada seksi tempat dan
kegitan, seksi acara dan beberapa seksi lainnya.
Saya
dan beberapa kawan mendapatkan tugas dibagian tempat dan perlengkapan, kami
mulai mempersiapkannya dan menuju tempat kegiatan. Mulai dari membersihkan
tempat dan mendirikan tempat penginapan dalam bentuk tenda, ini berlangsung
selama satu minggu dan kami nginap ditempat tersebut selama kegiatan
berlangsung.
Hal
yang menarik dan mengharukan bagi saya selama persiapan tersebut yaitu mengenal
seorang ibu, Rumahnya tidak jauh dari tempat kami adakan kegiatan, Beliau
tinggal seorang diri dan memiliki dua orang anak yang sudah berumah tangga.
Jauh
dari perkampungan tepatnya di kaki gunung, bayangkan bagaimana kita harus hidup
seorang diri siang dan malam hanya ada berbagai suara yang terdengar, kita
hanya berbicara seorang diri.
Pertemuan
saya dengan ibu itu tanpa di sengaja, waktu itu saya turun kesungai bersama
kawan, maksud kami ingin mandi dan menangkap ikan, tiba-tiba saya melihat
seorang ibu sedang mencuci pakaian, jujur waktu itu saya bingung dan penuh
tanda tanya, apakah itu benar yang saya lihat sampai saya mendekatinya dan
mengajaknya untuk ngobrol.
Kawan
saya terus menangkap ikan, saya larut dalam perkenalan sama ibu tersebut,
ketika kami mau pulang beliau juga mau pulang, dikepala nya baju cucian
sedangkan ditangannya membawakan air, saya pun dengan senang hati ingin
membantu untuk mengangkut air membawa pulang kerumahnya,
Besok
harinya kami memberanikan diri untuk menjenguk beliau, kebetulan juga ibu
tersebut sedang menyapu halaman, kami dipersilahkan untuk duduk, beberapa menit
kemudian kami dihadangkan minum air kopi, saya beranikan diri untuk
bertanya,”ibu tinggalnya sendiri?”, beliau senyum kemudian beliau menjawab .”ia
Nak”.
Beberapa
menit kemudian Mulailah ibu itu bercerita,
“saya tinggal sendiri tapi dulunya saya tinggal bersama suami dan dua orang
anak, namun kami bercerai karena saya tidak tahan setiap harinya saya
disalahkan dan tidak segan-segan tangan juga berbicara. Bahwa suaminya itu
bertangan dingin, sampai tangan ibu tersebut tergilir akibat ulah kekerasan
suaminya,
Anaknya
yang perempuan sudah berumah tangga, dan jarang menjenguk begitu juga Anaknya
yang lelaki jarang pulang dan jarang memperhatikan ibu nya.
Beliau
terus bercerita banyak hal, kami hanya terdiam, memang sangat ironis tidak tega
mendengarkan cerita tersebut tidak sepatah kata pun keluar dari mulut kami, di
ujung pembicaraan beliau mengatakan,”ibu tidak takut tinggal seorang diri, ibu
tau dalam hidup ini kita sebenarnya tidak sendiri dimana pun dan kapanpun Allah
selalu ada, Ibu hanya bisa berdoa dan meminta pertolongan sama Allah selebih
dari itu hanya kuasanya dan ketentuannya yang sudah tertulis jauh sebelum kita
diciptakan”.
Setelah
bercerita panjang lebar, Pada hari itu juga kami di jamu makan siang, kami juga
membantu memasak, dilanjutkan makan siang bersama-sama.
Lima
jam dirumah ibu itu serasa sebentar, kami pamit pulang untuk kembali
beraktifitas, sesampai di tenda saya masih teringat dengan kisah yang di alami
ibu itu,
Besok
harinya kami berangkat lagi ke sungai untuk mandi pagi dan menangkap ikan,
dalam hati saya menunggu ibu itu ke sungai karena ingin membantu untuk
mengangkut air kerumahnya, lagi asyik-asyiknya kami menangkap ikan, tiba-tiba
ibu itu datang dengan membawa ember angkut air.
Dari
kejauhan saya mendekati nya, beliau tersenyum berkata,”mau bantu angkut
airkan?,” saya pun tersenyum dengan nada bercanda,”mau minta makan siang bu”.
Boleh jawabnya, Ayoo kerumah, tidak lama kemudian kami pun pulang bersama-sama
seperti biasa ditangan saya dan kawan saya membawa pulang air untuk ibu.
Saya
sudah menganggapnya seperti ibu sendiri, dan beliu tanpa merasa segan juga
memberi nasehat yang baik dan petuah yang patut di teladani,
Tiba
Hari terakhir, kegiatan kami pun ditutup dengan rapi, teman-teman anggota yang
lain bergegas pulang ke Banda Aceh, sedangkan saya bersama tiga rekan kami di
tempat itu karen harus mengemas kembali barang-barang yang akan di bongkar.
Semuanya
sudah siap untuk kembali pulang, sebelum berangkat pulang saya menyempatkan
diri untuk menjenguk ibu, berdua sama teman kami membawa sekarung beras dan
satu baju kegiatan untuk ucapan terimakasih, saya merasa sudah jadi bagian
dalam hidupnya.
Setelah
berpamitan sama ibu kami kembali ketempat kegiatan, saya bersama teman kini
bersiap meninggalkan desa tersebut, Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar
seperti yang di inginkan.