Makalah Komunikasi Politik

Merian Fauzi 12.36
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT,karena limpahan taufik dan hidayahnya-lah sehingga kami bisa menyelesaikan salah satu tugas dari mata kuliah “komunikasi politik”.Tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT,maka dari itu kami kelompok 1 meminta maaf jika ada kesalahan dalam makalah ini.
Makalah yang berjudul:”Komunikator Politik” diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk menambah wawasan para pembaca,khususnya pembuat makalah.

Kami terbuka menerima kritik dan saran demi perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.






















                                                                                    meulaboh






BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Dalam perspektif panggung politik, komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, khususnya dalam proses pembentukan opini publik. Komunikator politik sebagai pelaku atau diidentifikasi sebagai pemimpin yang memiliki potensi dan kompetensi di atas rata-rata dibandingkan warga negara pada umumnya dalam hal menyampaikan pikiran atau gagasan di mana pun dia berada. Upaya untuk menyatakan dirinya sebagai komunikator politik, meliputi; politisi, komunikator profesional, dan aktivis, maka yang dituntut adalah mempunyai kemampuan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi mempunyai makna bahwa seorang yang mampu dan cerdas dalam menyampaikan argumen, gagasan, dan pemikiran kepada publik, di mana pun dia berada. Artinya, di mana pun dia berada setiap statement mampu mempengaruhi dalam setiap apa yang diucapkan.
Komunikator politik sebaiknya memiliki kapasitas sebagai pemimpin. Orang yang mengidentifikasi dirinya berkemampuan sebagai komunikator politik adalah orang yang memiliki leadership. Bagi orang yang masuk kedalam panggung politik dan kekuasaan, hal yang tak bisa ditawarkan adalah memiliki kemampuan dalam memimpin. Pemimpin itu tak lahir seketika atau instant. Pemimpin sejak lahir sudah terlihat bakatnya sebagai pemimpin di mana pun dia berada.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud Komunikator Politik ?
2.      Mengapa Komunikator Politik sebagai pemimpin politik ?
3.      Seperti apa komponen-komponen komunikator politik ?
4.      Siapa contoh tokoh politik sebagai komunikator politik ?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami bagaimana menjadi komunikator politik yang baik serta untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang materi komunikator politik.








BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikator Politik
            Komunikator politik adalah orang atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan politik yang biasanya berkaitan dengan kekuasaan pemerintah,kebijakan pemerintah,aturan pemerintah,kewenangan pemerintah,yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak baik itu verbal atau non verbal.
2.2 Pengklasifikasian Komunikator Politik
Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik yaitu sebagai berikut :
1.Politikus
Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif. Daniel Katz (dalam Nimmo, 1989) membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan sumber kejuangan kepentingan politikus pada proses politik. Yaitu: politikus ideolog (negarawan); serta politikus partisan.
a. Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan seorang langganan atau kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahkan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner-jika hal ini mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan negara.
b. Politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangan kepentingan seorang langganan atau kelompoknya.
Dengan demikian, politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan dalam pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekutif (presiden, menteri, gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua Fraksi, Anggota DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota Mahkamah Agung, Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, jaksa, dsb.).
2.Profesional
Profesional adalah orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena keahliannya berkomunikasi. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa; dan perkembangan serta merta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik media massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional ”yang mengendalikan keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan orang-orang yang jelas perbedaannya atau kelompo-kelompok yang dibedakan”. James Carey (dalam Nimmo, 1989) mengatakan bahwa komunikator profesional adalah makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain ang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional beroperasi (menjalankan kegiatannya) di bawah desakan atau tuntutan yang, di satu pihak, dibebabnkan oleh khalayak akhir dan, di lain pihak , oleh sumber asal. Seperti politikus yang dapat dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup para jurnalis pada satu sisi, dan para promotor pada sisi lain.
a. Kita membicarakan jurnalis sebagai siapun yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian, dan penyerahan laporan mengenai peristiwa-peristiwa. Ini meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi, atay media lain; koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita; eksekutif stasiun atau jaringan televisi dan radio; dan
sebagainya. Sebagai komunikator profesional, jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus untuk berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.
b. Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, pejabat informasi publik pada jawatan pemerintah, skretaris pers kepresidenan, personel periklanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat politik, spesialis teknis (kameraman, produser dan sutradara film, pelatih pidato, dsb.) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa.
3. Aktivis
Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini biasanya juga bukan profesional dalam komunikasi. namun, ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan, yakni mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi. dalam hal lain jurubicara ini sama dengan jurnalis, yakni melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada anggota suatu organisasi. Kedua, terdapat pemuka pendapat yang bergerak dalam jaringan interpersonal. Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan bahwa banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan yang bersifat politis, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka. Apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka pendapat. Mereka tampil dalam dua bidang:
a. Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain; artinya, seperti politikus ideologis dan promotor profesional, mereka meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka. B. Mereka meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum. Dalam arus komunikasi dua tahap gagasan sering mengalir dari media massa kepada pemuka pendapat dan dari mereka kepada bagian penduduk yang kurang aktif . banyak studi yang membenarkan pentingnya kepemimpinan pendapat melalui komunikasi interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang penting.

3.1 Komunikator Politik

Salah satu ciri dari komunikasi adalah bahwa orang jarang dapat menghindari keikutsertaan (partisipasi). Hanya dihadiri dan diperhitungkan oleh seorang lain pun bisa memiliki nilai pesan. Dalam arti yang paling umum kita semua adalah komunikator. Siapapun yang berada dalam setting politik bisa disebut sebagai komunikator politik. Komunikator politik disini adalah orang yang secara tetap dan berkesinambungan melakukan komunikasi politik. Oleh karenanya kemudian komunikator politik ini akan dititiktekankan kepada pemimpin proses politik dalam membentuk suatu opini.

Sosiolog J.D Halloran, seorang pengamat komunikasi massa, berpendapat bahwa banyak studi komunikasi mengabaikan satu karakteristik proses yang penting, yakni komunikasi terjadi di dalam suatu matriks sosial. Situasi tempat dimana komunikasi bermula, berkembang, dan berlangsung terus-menerus. Situasi sosial yaitu hubungan antara komunikator dengan khalayaknya, yang merupakan bagian integral dari sistem sosial ini. Meskipun anggapan ini sederhana, tulis Halloran, ketidak pekaan banyak ahli teori komunikasi telah mengakibatkan “ketidakseimbangan”, mereka lebih banyak mencurahkan kepada penelitian akibat komunikasi ketimbang kepada komunikator. Para perumus teori terlalu mudah mengabaikan “komunikator masssa sebagai orang yang menduduki posisi penting yang peka di dalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dengan menolak dan memilih informasi yang semuanya terjadi di dalam sistem sosial yang bersangkutan”.

Apa yang dikatakan oleh Halloran tentang komunikator massa, berlaku juga bagi komunikator politik. Komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses pembentukan suatu opini publik. Salah satu teori opini publik yang seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politik, yaitu teori pelopor mengenai opini publik. Dalam hal ini menegaskan bahwa pemimpin menciptakan opini publik karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan yang mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima. Karena itu opini publik disini dipahami sebagai sejenis tanggapan publik terhadap pemikiran dan usaha para aristokrat (pemuka pendapat) pikiran itu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru, dan argumen-argumen baru.

3.2 Komunikator Politik Sebagai Pemimpin Politik         


Perbedaan tugas dan emosi dalam kepemimpinan:
Menurut seorang ilmuwan bernama Lewis Froman, terdapat enam kecenderungan yang membedakan seorang pemimpin dengan bukan seorang pemimpin di dalam suatu kelompok, di mana ke enam kecenderungan tersebut dapat dijelaskan melalui kecenderungan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai berikut ini.

1.    Memperoleh kepuasan yang lebih beragam karena menjadi anggota kelompok.

2.    Lebih kuat dalam memegang nilai – nilai mereka.

3.    Memiliki kepercayaan yang lebih besar tentang kelompok itu dan hubungannya dengan kelompok lain, seperti mengenai pemerintah, masalah politik dan sebagainya.

4.    Kurang kemungkinannya untuk berubah kepercayaan, nilai, dan pengharapannya karena tekanan yang diberikan kepadanya.

5.    Lebih mungkin membuat keputusan mengenai kelompok berdasarkan kepercayaan, nilai, dan pengharapan sebelumnya.

6.    Lebih berorientasi kepada masalah, terutama mengenai masalah yang menyangkut perolehan
material, alih – alih kepuasan yang kurang nyata atau pertanyaan yang penuh emosi.
Adapun kecenderungan – kecenderungan yang membedakan antara seorang pemimpin dan bukan seorang pemimpin di atas tersebut secara jelas lebih menunjukkan perbedaan antara seorang pemimpin dan seorang yang tak acuh daripada antara seorang pemimpin dan seorang pengikut, karena penjelasa pemimpin dan pengikut bukan merupakan tanda yang berlawanan.
Berkaitan dengan sub tema ini kemudian dijelaskan pula mengenai orientasi seorang pemimpin yang menurut hasil penelitian di bagi kedalam dua poin penting, yaitu :

1.    Pemimpin yang berorientasikan tugas.
Dalam hal ini pemimpin menetapkan dan bekerja untuk mencapai prestasi atau tujuan kelompok, mengorganisasi agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan misalnya membentuk panitia dan hubungan atasan – bawahan, memikirkan jadwal dan batas waktu, dan sebagainya.
2.    Pemimpin yang berorientasikan orang, sosial atau emosi.
Dalam hal ini pemimpin lebih cenderung memberikan perhatian terhadap  hal – hal yang berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan pengikut, penciptaan hubungan pribadi yang hangat, pengembangan rasa saling percaya, pengasuhan kerja sama, dan pencapaian solidaritas sosial.
Tipe kepemimpinan tugas maupun kepemimpinan emosional tidak ada yang jauh lebih unggul, karena dua tipe kepemimpinan ini akan sangat dibutuhkan dalam setiap kelompok, bergantung pada situasinya. Dan peran dari dua tipe kepemimpinan ini dapat dimainkan sekaligus oleh satu orang. Seperti yang dilakukan para politikus, profesional, dan aktivis yang lebih sering menggabungkan gaya tugas dan emosi sebagai peran pemimpin politiknya.
3. Pemimpin organisasi dan pemimpin simbolik dalam politik

            Sub tema ini akan menjelaskan mengenai perbedaan di antara pemimpin organisasi yang jabatannya secara struktural diakui dengan pemimpin yang hanya bersifat simbolik saja. Adapun perbedaan tersebut secara lebih detail dapat dijelaskan seperti berikut ini:
1.    Pemimpin Organisasi.

 hal ini seorang komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Dan diluar mereka sering kali tidak tidak banyak artinya bagi orang lain.
2. Pemimpin Simbolik
Pemimpin dalam hal ini merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang di dalam dirinya sebagai manusia, kepribadian, tokoh yang ternama, dan sebagainya. Dan bukan karena posisi mereka secara struktural dalam suatu organisasi.
·         Ikatan komunikasi di antara pemimpin dan pengikut
Seorang ilmuwan bernama Robert Salisbury menganalogikan ikatan atara pemimpin dan pengikut sama seperti dengan pengusaha dan pelanggan. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin kepentingan yang terorganisasi, misalnya, memberi dorongan untuk menciptakan kelompok dengan menyajikan insentif kepada orang – orang yang menjadi anggota kelompok. Di mana insentif ini berfungsi sebagai penukar “biaya” mereka untuk bergabung dan memberikan dukungan.
·         Adapun Salisbury juga menjelaskan mengenai tiga keuntungan utama yang akan diperoleh pengikut dari transaksi kepemimpinan – kepengikutan ini. Tiga keuntungan utama tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Memiliki keuntungan material.
Keuntungan ini terdiri atas ganjaran berupa barang atau jasa seperti pekerjaan, tingkat pajak yang dipilih, kontrak pemerintah, perbaikan jalan, perumahan yang memadai, tingkat harga dan upah yang dapat diterima, dan sebagainya.
2.       Memiliki keuntungan solidaritas
Keuntungan ini mencakup ganjaran sosial atau hanya bergabung dengan orang lain dalam kegiatan bersama seperti sosialisasi, persahabatan, kesadaran status, identifikasi kelompok, keramahan dan kegembiraan.
3.      Memiliki keuntungan ekspresif
Keuntungan ini berkaitan dengan suatu tindakan dari yang bersangkutan dalam hal mengungkapkan kepentingan atau nilai seseorang atau kelompok, yang dilakukan bukan secara instrumental mengejar kepentingan atau nilai.
·         Citra rakyat tentang komunikator politik dan pemimpin politik:
Persepsi pemberi suara terhadap para calon yang mengesankan pada dasarnya didasari oleh dua hal, yaitu
1.      Berkaitan dengan peran, yang meliputi pengalaman dan latar belakang (jika ada) dalam jawatan pemerintahan, pengalaman dan kualifikasinya, catatan dan asosiasi dalam politik partisan dan atribut lain yang bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan yang berorientasikan tugas.
2.      Berkaitan dengan gaya, yang meliputi atribut – atribut pribadi yang dipersepsi (kejujuran, itelenjensi, penampilan fisik dan lain sebagainya) serta keterampilan sebagai aktor drama (bagaimana ia tampak dalam penampilan pribadi, penyajian televisi, debat dan sebagainya).
Pada umumnya kebanyakan pemberi suara lebih menekankan gaya daripada mutu peran dalam hal pemilihan calon, di mana sebagian dari mereka mencari ikatan emosional di antara mereka sendiri dan yang berusaha untuk mendapatkan dukungan mereka.

·         Karakteristik sosial pemimpin politik:
Secara umum semua hasil studi menunjukkan dan menemukan bahwa karakteristik sosial dari seorang pemimpin politik secara nyata berbeda dari populasi umum kebanyakan.Di samping itu hasil studi juga menemukan bahwa mereka, para pemimpin politik berbeda dalam segi – segi lain seperti berbeda dalam tingkat keterlibatan politik, kepercayaan politik, nilai dan pengharapan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan.
·         Pemilihan pemimpin politik
Pemilihan pemimpin politik dalam hal ini berlangsung dalam banyak kotak atau tahapan. Di mana tahapan ini dibagi kedalam enam tahap utama yang terdiri dari :
1.    Pemilihan terhadap yang memenuhi syarat di antara populasi umum, yaitu terhadap semua orang yang disahkan secara hukum untuk mengambil bagian dalam politik dan untuk memegang jabatan.
2.    Pemilihan terhadap orang – orang yang mampu (available) atau orang – orang yang memiliki sumber daya yang diperlukan, terutama berkaitan dengan sumber daya sosial dan ekonomi untuk melibatkan diri dalam politik.
3.    Pemilihan partisipan politik, yaitu pemilihan terhadap orang – orang yang memiliki minat dan motivasi terhdap politik melalui sosialisasi masa kanak – kanak, sehingga menjadi menaruh perhatian pada politik setelah dewasa karena suatu peristiwa atau masalah.
4.    Memilih kira – kira tiga perempat dari jumlah yang mampu, kelompok yang lebih kecil lagi yang menjadi partisipan (sekitar 10 persen dari orang – orang yang mampu). Di mana kelompok ini disebut dengan para konsisten, yaitu orang – orang yang memiliki perhatian yang berkesinambungan terhdap politik, yang sesuai dengan uraian mengenai komunikator politik utama.
5.    Penetapan calon atau kandidat bagi jabatan pemerintahan.
6.    Mengikuti kampanye pemilihan, yang merupakan tahapan akhir dalam proses pemilihan pemimpin organisasi.

Secara singkatnya dapat kita ketahui bahwa komunikator politik yang menjadi pemimpin dalam organisasi pemerintah tidak dipilih secara acak, melainkan dipilih secara selektif melalui berbagai tahapan yang kemudian menjadikan mereka masuk dalam pengkelompokan yang lebih kecil lagi yang memenuhi ketetapan dari syarat, kemampuan, partisipasi, konsistensi, kandidat dan yang terpilih.
3.3 Komponen-Komponen Komunikator  Politik
Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu communicator credibility, communicator attractiveness, communicator similarity dan communicator power (Petty, 1996).
1.      Kredibilitas (Kepercayaan)
Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesan yang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan kepercayaan sumber (source trustworthiness).
a. Keahlian sumber adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap subjek di mana ia berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para peneliti telah menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan kontribusi independen terhadap efektivitas sumber. Dibuktikan oleh Petty bahwa, “expertise was therefore important in inducing attitude change, especially when that advocated position was quite different from the recipients’ initial attitude.” Karena sumber yang sangat kredibel menghalangi pengembangan argumen tandingan, maka sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibanding sumber yang kurang kredibel. Sebagaimana dikemukakan Lorge dari hasil penelitiannya, bahwa “a high credibility source was more persuasive than a low credibility source if attitudes were measured immediately after the message” (Petty, 1996).
b. Sementara, aspek kepercayaan itu sendiri memiliki indikator-indikator antara lain tidak memihak, jujur, memiliki integritas, mampu, bijaksana, mempunyai kesungguhan dan simpatik.
2.      Daya tarik
Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban, kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya. Sebagaimana dikemukakan Petty (1996):
Two communicators may be trusted experts on some issue, but one may be more liked or more physicallyattractive than the other… in part because of his physical appearance, style of speaking and mannerism, …the attractiveness is due to the performance, communication skills, self evaluation … by verbal and by the behavioral measure.”
Daya tarik fisik sumber (source physical attractiveness) merupakan syarat kepribadian . Daya tarik fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik seseorang adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan lain-lain.
3.      Kesamaan
Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likability), yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience) terhadap sumber informasi. Mendefinisikan menyenangkan memang agak sulit karena sangat bervariasi antara satu orang dan orang lain. Namun secara umum, sumber yang menyenangkan mengacu pada sejauh mana sumber tersebut dilihat berperilaku sesuai dengan hasrat mereka yang mengobservasi. Jadi, sumber dapat menyenangkan karena mereka bertindak atau mendukung kepercayaan yang hampir sama dengan komunikan.
Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku. Bila itu terjadi, sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi penerima, artinya adalah bahwa sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa yang mereka komunikasikan.
4.      Power
Power, menurut Petty (1996) adalah “the extent to which the source can administer rewards or punishment.” Sumber yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Pada dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa, “people simply report more agreement with the powerful source to maximize their rewards and minimize their punishment.”
Jadi pada dasarnya harus ada tiga syarat untuk menjadi seorang powerful communicator, yaitu: (1) the recipients of the communication must believe that the source can indeed administer rewards or punishments to them; (2) recipients must decide that the source will use theses rewards or punishments to bring about their compliance; (3) the recipients must believe that the source will find out whether or not they comply (Petty, 1996). Dengan dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan, artinya komunikator dapat mempengaruhi atau mempersuasi perilaku komunikan. Dalam upayanya mempersuasi komunikan, biasanya ada dua faktor penunjang yang harus diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut adalah keterlibatan sumber dan kepentingan isu bagi penerima. Keterlibatan yang tinggi menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu yang semakin dekat dengan kepentingan penerima biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan.
3.4 Tokoh Politik Sebagai Komunikator Politik
“Analisa Seorang Tokoh Politik Sebagai Komunikator Politik”
Komunikator adalah seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain. Bila dikaitkan dengan politik, dapat dipahami komunikator politik merupakan orang yang menyampaikan pesan politik kepada orang lain atau bisa jadi masyarakat. Tanpa kita sadari bahwa banyak diantara pejabat-pejabat Indonesia merupakan seorang komunikator politik. Mereka bisa berada di badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang ikut terhadap jalannya proses politik di negara kita.
Dalam analisa ini, tokoh politik yang diambil adalah Joko Widodo yang merupakan Mantan Walikota Solo. Sosok beliau merupakan sosok yang rendah hati, ramah, dan tidak banyak omongan belaka talk less do more, sedikit bicara banyak bekerja. Hal itulah yang membuatnya kemarin diajukan untuk menjadi calon Gubernur pada Pemilu Gubernur Jakarta tahun 2012. Dan beliau juga memiliki kedekatan yang sangat kuat dengan masyarakat Solo.
Jokowi adalah seorang pengusaha mebel kayu sebelum dirinya mengajukan diri untuk maju pada pemilihan Walikota Solo saat itu. Dan dari riwayat pendidikannya beliau adalah seorang lulusan Fakultas Kehutanan di Universitas Gajah Mada (UGM). Sangat bertolak belakang sekali antara kehutanan dan politik. Tetapi dalam kaca mata teman-temannya pada masa itu, Jokowi dianggap mampu dalam membawa kemajuan bagi kota Solo kedepannya. Dan ternyata hal tersebut terbukti, setelah naiknya Jokowi menjadi Walikota Solo membawa perubahan yang sangat besar bagi kota tersebut. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu "Solo: The Spirit of Java". Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa,Jokowi mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya.
Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Solo untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan.
Yang telah dijelaskan diatas adalah pembaharuan-pembaharuan yang telah dilakukan oleh Jokowi sewaktu menjabat sebagai Walikota Solo. Tetapi apakah dengan menjabatnya beliau sebagai birokrat dapat dikatakan bahwa beliau sebagai komunikator politik? Jawabannya tentu saja iya. Politikus adalah seorang komunikator politik. Walikota adalah badan eksekutif dalam tingkat daerahnya sehingga Jokowi adalah seorang komunikator politik yang menyampaikan pesan politik baik itu kebijakan yang harus dilakukan atau peraturan yang berhubungan dengan politik kepada masyarakat luas. Tetapi yang sering terjadi di Indonesia adalah ketika seorang politikus itu berlaku sebagai komunikator yang baik adalah hanya untuk kepentingan tertentu saja, misalnya saja untuk kepentingannya maju pada pemilihan kepala daerah.
Ada beberapa ciri seorang komunikator yang baik diantaranya adalah harus punya capability yaitu kemampuan, pengetahuan, keahlian, serta pengalaman. Untuk maju dalam Pilgub Jakarta 2012 waktu itu Jokowi sudah mempunyai pengalaman yang tidak diragukan lagi. Mengingat ia telah dua kali terpilih sebagai Walikota Solo. Dimana pada saat periode pertama 2005-2010 habis dan beliau mengundurkan diri untuk menjadi seorang walikota kembali. Jokowi memutuskan untuk kembali lagi menjadi tukang kayu (pengusaha mebel). Tetapi setelah dilakukan survey terhadap dirinya hasil yang luar biasa terjadi yang diluar anggapan beliau. Hasil survey menunjukkan bahwa 87% masyarakat Solo masih menginginkan Jokowi untuk menjabat kembali sebagai Walikota Solo. Akhirnya ia terpilih menjabat kembali sebagai Walikota Solo untuk periode 2010-2015.
Seorang komunikator politik untuk menyampaikan maksud harus mempunyai apa yang dimiliki oleh Jokowi tadi. Sehingga pesan politik kita tadi akan sampai dengan orang yang dimaksud. Dan tidak menimbulkan gangguan dalam memahami apa yang disampaikan. Capability yang kita miliki akan sangat persuasif sekali bila kita sampaikan kepada sasaran politik kita. Dan itulah yang dimiliki oleh Jokowi saat ia ingin maju kembali pada Pemilihan walikota Solo 2010-2015.
Selain capability yang harus dimiliki seorang komunikator adalah harus menarik. Secara fisik mungkin Jokowi bukan orang yang berparas ganteng sehingga rakyat menyukai dan memaknai sama pesan yang ia sampaikan. Tetapi secara personality ia berbeda. Itu terlihat saat wawancara yang dilakukan oleh Republika dengan Jokowi beberapa waktu yang lalu. Dimana beliau menjawab apa adanya saja, santai dan tidak dibuat-dibuat. Dengan medok jawa yang khas ia menunjukkan dirinya yang sebenarnya dan ternyata rakyat suka, dimana mayoritas masyarakat Solo adalah merupakan masyarakat Jawa. Inilah yang membedakannya dengan kandidat lainnya.
Kesamaan dengan rakyat adalah hal yang harus dimiliki seorang komunikator politik. Jokowi adalah elit politik di kota Solo sewaktu menjabat sebagai Walikota, sedangkan masyarakat terletak dibawah pemerintahan Jokowi. Agar pesan yang disampaikannya dapat ditangkap oleh masyarakat maka ia harus juga menyesuaikan diri dengan keadaan itu. Contoh kecilnya adalah Waktu itu Jokowi ingin maju pada Pilgub Jakarta tahun 2012, sebelumnya ia datang kejakarta dan bersama-sama naik kopaja mengelilingi Jakarta. Ini adalah salah satu cara Jokowi untuk menyampaikan maksud politiknya dengan bersosialisasi dengan masyarakat.
Dan yang terakhir yang harus dimiliki komunikator politik adalah power atau kekuatan. Yang dimaksud dengan kekuatan disini adalah mencakup materi atau finansialnya ataupun pendidikannya. Gelar belakang yang dimiliki oleh seseorang jaman sekarang tidak begitu mempengaruhi apakah ia terpilih atau tidak. Karena kandidat lain juga memiliki gelar yang sama namun bidang yang berbeda. Inilah yang harus dimiliki seorang komunikator. Status sosial yang dimiliki oleh Jokowi yang menjabat sebagai Walikota Solo adalah modal besar yang dimilikinya untuk maju pada Pilgub. Tetapi tetap masyarakatlah yang akan menilai, dan memaknai pesan politiknya.
















\

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulanya yaitu :
Komunikator politik merupakan salah satu faktor yang penting dan menentukan dalam efektivitas komunikasi. Dan Nimmo mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik yaitu sebagai berikut :
  • Politikus
  • Professional
  • Aktivis.
Disisi lain ada beberapa komponen yang juga harus ada di dalam komunikator yaitu sebagai berikut :
  • Kredibilitas
  • Daya tarik
  • Kesamaan
  • Power
Sering kita mendengar kata komunikator politik atau lebih familiar memberikan lebelitas sebagai politikus. Bahkan selama ini publik menganggap bahwa komunikator politik adalah bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia politik saja. Seandainya saya mengajukan beberapa nama seperti SBY, Amin Rais dan Megawati, tentu anda yakin bahwa mereka adalah komunikator politik. Berbeda ketika saya menyebut nama seperti tukang ojek, tukang sayur, tukang es cendol dll, dari sekian nama tersebut apakah anda akan memberikan lebel kepada mereka sebagai komunikator politik ?
Menurut buku komunikasi politik yang ditulis oleh Dan Nimo, ternyata kita semua termasuk komunikator politik baik suara keluhan tukang ojek terhadap kenaikan harga BBM, obrolan mahasiswa diruang kelas maupun seorang presiden membuat kebijakan publik. Komonikator politik tidak hanya disandang oleh mereka yang mempunyai nama yang besar saja tetapi juga mereka yang tidak mempunyai nama sekalipun. Tapi bagaimanapun juga mereka mempunyai wilayah masing-masing sebagaimana peran mereka dengan jangkaunya. Ada beberapa indikasi yang dianggap bisa mempengaruhi publik. Pertama, politikus sebagai komunikator politik, politikus bisa dipastikan sebagai pemegang pemerintahan strategis. Bagi mereka pemerintah wajib dicapai bahkan mereka bisa melakukan segala cara untuk memenuhi tersebut. Kedua, profesional sebagai komunikator politik, kelompok ini bisa dikatakan manipulator dan makelar simbol yang menghubungkan pemimpin satu sama lainnya. Adapun mereka masuk kedalam katagori ini adalah Jurnalis, Promotor. Jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita (mass media) yang menghubungkan segala berita kepada khalayak. Menurut saya, Jurnalis mempunyai urgent role dalam mempengaruhi opini publik. Selain jurnalis termasuk dalam kategori ini adalah tokoh masyarakat, pejabat informasi publik, personal periklanan, sekertaris kepresidenan, yang disebut promotor politik. Ketiga aktivis sebagai komunikator politik, kelompok ini mempunyai peran penting mempengaruhi opini publik, seperti juru bicara, walaupun tidak mempunyai cita-cita politik yang real seperti politikus, tetapi mereka cukup terlibat dalam politik maupun komunikasi, sehingga bisa disebut aktivis politik.
        ·         Kekuatan komunikator politik
Komunikator politik mempunyai daya tarik tersendiri dalam mengkonstruksi opini publik. Menurut saya, ada ikatan emosional dari komunikator politik tersebut jika dibandingkan dengan orang pada umumnya (termasuk komunikator politik) misalnya dikampus anda ada seminar nasional yang mendatangkan pembicara JK atau Akbar Tanjung, dan di tempat tidak jauh dari seminar itu juga ada seminar nasional yang pembicara dosen anda yang tidak begitu familiar, maka apa yang akan terjadi? Tentu masa akan menuju seminar yang pembicaranya JK atau Akbar Tanjung, sehingga dapat dipastikan komunikator lebih berperan dari pada sekedar tema. Dalam komunikator politik, jangan pernah bicara substansi ataupun kualitas tetapi kita perlu tahu, siapa yang menjadi komunikator.
        ·         Dalam Kontek Indonesia
Dalam kehidupan di negara berkembang seperti Indonesia. Komunikator politik mempengaruhi konsep dan pilihan masyarakat, disebabkan political level yang ada di negara ini hanya sebatas cultural politic, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (educational level) warga negara Indonesia masih rendah, dan juga belum merata. Masyarakat kita sepertinya belum bisa lepas dari lingkaran cultural. Menurut Gungun Heryanto (Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta) perjalanan politik di Indonesia belum bisa dilepaskan dari ketergantungan dua organ masyarakat NU dan Muhamadiyah. Bagi komunikator politik berasal dari background manapun harus memperhatikan suara dari kedua organ tersebut. Apalagi dewasa ini, media massa kita dihiasi dengan berbagai pemberitaan mengenai statement Gusdur (tokoh NU & Komunikator politik) yang menyatakan memilih golput pada pemilu 2009, seandainya PKB versi muktamar Parung tidak diikut sertakan mengikuti pemilu mendatang. Tentu statement ini kalau benar-benar terjadi akan mengurangi legitimasi pemilu di wilayah prosedural, menimbang Gusdur adalah komunikator politik yang berpengaruh.
Tingkatan di wilayah rasional politic bisa diaplikasikan di negara-negara maju. Bahkan di Amerika yang bisa dikategorikan negara yang bisa menjalankan rasional politic masih saja ada unsur-unsur primordialisme, rasisme yang seharusnya sudah bebas dari isu-isu semacam itu. Hal itu bisa dibuktikan ketika obama sebagai salah satu kandidat dari kulit hitam mencalonkan diri sebagai presiden AS sempat juga tersebar isu masalah rasisme bahkan sampai terhadap keyakinan (faith) obama.
Apalagi dalam kontek indonesia sepertinya masih sulit bagi kandidat yang belum cukup familiar untuk mendobrak jendela kepresidenan bahkan politikus muda pun masih dipertanyakan meskipun secara realitas tidak kalah dengan kaum tua. Sempat juga terlontar isu politik jawa masih membayang-bayangi perjalanan politik Indonesia.
Ternyata pengaruh komunikator poitik di negeri ini begitu kuatnya, seakan-akan suara satu juta orang pun belum bisa menandingi suara satu komunikator politik. Maka, kita Jangan sekali-kali bertanya isi dari pembicarannya tetapi tanya siapa yang berbicara.
4.1 Kritik & Saran
Makalah ini tentu masih jauh dari nilai kesempurnaan, karena dibuat hanya sebatas khazanah pengetahuan kami itu pun dengan referensi yang masih sangat minim. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.




























DAFTAR PUSTAKA
Dan Nimmo, 1989. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media (Edisi Terjemahan oleh Tjun Surjaman). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.


Artikel Terkait

Previous
Next Post »