KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT,karena limpahan taufik dan hidayahnya-lah sehingga
kami bisa menyelesaikan salah satu tugas dari mata kuliah “komunikasi
politik”.Tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT,maka dari itu kami kelompok
1 meminta maaf jika ada kesalahan dalam makalah ini.
Makalah
yang berjudul:”Komunikator Politik” diharapkan mampu memberikan kontribusi
untuk menambah wawasan para pembaca,khususnya pembuat makalah.
Kami
terbuka menerima kritik dan saran demi perbaikan dalam pembuatan makalah
selanjutnya.
meulaboh
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
perspektif panggung politik, komunikator politik memainkan peran sosial yang
utama, khususnya dalam proses pembentukan opini publik. Komunikator politik
sebagai pelaku atau diidentifikasi sebagai pemimpin yang memiliki potensi dan kompetensi
di atas rata-rata dibandingkan warga negara pada umumnya dalam hal menyampaikan
pikiran atau gagasan di mana pun dia berada. Upaya untuk menyatakan dirinya
sebagai komunikator politik, meliputi; politisi, komunikator profesional, dan
aktivis, maka yang dituntut adalah mempunyai kemampuan berkomunikasi. Kemampuan
berkomunikasi mempunyai makna bahwa seorang yang mampu dan cerdas dalam
menyampaikan argumen, gagasan, dan pemikiran kepada publik, di mana pun dia
berada. Artinya, di mana pun dia berada setiap statement mampu mempengaruhi
dalam setiap apa yang diucapkan.
Komunikator
politik sebaiknya memiliki kapasitas sebagai pemimpin. Orang yang
mengidentifikasi dirinya berkemampuan sebagai komunikator politik adalah orang
yang memiliki leadership. Bagi orang yang masuk kedalam panggung politik dan
kekuasaan, hal yang tak bisa ditawarkan adalah memiliki kemampuan dalam
memimpin. Pemimpin itu tak lahir seketika atau instant. Pemimpin sejak lahir
sudah terlihat bakatnya sebagai pemimpin di mana pun dia berada.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud Komunikator Politik ?
2.
Mengapa
Komunikator Politik sebagai pemimpin politik ?
3.
Seperti
apa komponen-komponen komunikator politik ?
4.
Siapa
contoh tokoh politik sebagai komunikator politik ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memahami bagaimana menjadi komunikator politik yang baik serta
untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang materi komunikator politik.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikator Politik
Komunikator politik adalah orang
atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan politik yang biasanya berkaitan
dengan kekuasaan pemerintah,kebijakan pemerintah,aturan pemerintah,kewenangan
pemerintah,yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak baik itu verbal atau non
verbal.
2.2 Pengklasifikasian Komunikator
Politik
Meskipun setiap orang boleh
berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan
berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator
politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini
publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik
yaitu sebagai berikut :
1.Politikus
Politikus adalah orang yang
bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah
mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah
jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif. Daniel Katz (dalam Nimmo,
1989) membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan
sumber kejuangan kepentingan politikus pada proses politik. Yaitu: politikus
ideolog (negarawan); serta politikus partisan.
a. Politikus ideolog adalah
orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan
bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan
tuntutan seorang langganan atau kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya
untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahkan reformasi,
bahkan mendukung perubahan revolusioner-jika hal ini mendatangkan kebaikan
lebih bagi bangsa dan negara.
b. Politikus partisan adalah
orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangan kepentingan seorang
langganan atau kelompoknya.
Dengan demikian, politikus utama yang
bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan dalam pemerintah
Indonesia adalah: para pejabat eksekutif (presiden, menteri, gubernur, dsb.);
para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua Fraksi, Anggota
DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota Mahkamah Agung,
Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, jaksa, dsb.).
2.Profesional
Profesional adalah orang-orang yang
mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena keahliannya berkomunikasi.
Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil
sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama:
munculnya media massa; dan perkembangan serta merta media khusus (seperti
majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.) yang menciptakan publik
baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik media massa maupun
media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan
khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional ”yang mengendalikan
keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang memanfaatkan
keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan orang-orang yang
jelas perbedaannya atau kelompo-kelompok yang dibedakan”. James Carey (dalam
Nimmo, 1989) mengatakan bahwa komunikator profesional adalah makelar simbol,
orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa
ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain ang berbeda tetapi menarik
dan dapat dimengerti. Komunikator profesional beroperasi (menjalankan
kegiatannya) di bawah desakan atau tuntutan yang, di satu pihak, dibebabnkan
oleh khalayak akhir dan, di lain pihak , oleh sumber asal. Seperti politikus
yang dapat dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup para jurnalis
pada satu sisi, dan para promotor pada sisi lain.
a. Kita membicarakan jurnalis
sebagai siapun yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan,
penyajian, dan penyerahan laporan mengenai peristiwa-peristiwa. Ini meliputi
reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi, atay media lain;
koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita; eksekutif stasiun atau
jaringan televisi dan radio; dan
sebagainya. Sebagai komunikator
profesional, jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita yang menghubungkan
sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus untuk
berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum,
menghubungkan publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan
masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.
b. Promotor adalah orang yang
dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam
promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel
hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, pejabat informasi
publik pada jawatan pemerintah, skretaris pers kepresidenan, personel
periklanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat
politik, spesialis teknis (kameraman, produser dan sutradara film, pelatih
pidato, dsb.) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh
masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa.
3. Aktivis
Aktivis adalah komunikator politik
utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Pertama,
terdapat jurubicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya
orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam
hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang membuat politik
menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini biasanya juga bukan profesional dalam
komunikasi. namun, ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional
dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi
merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan, yakni mewakili
tuntutan keanggotaan suatu organisasi. dalam hal lain jurubicara ini sama
dengan jurnalis, yakni melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada
anggota suatu organisasi. Kedua, terdapat pemuka pendapat yang
bergerak dalam jaringan interpersonal. Sebuah badan penelitian yang besar
menunjukkan bahwa banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan
yang bersifat politis, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka.
Apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan
yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka
pendapat. Mereka tampil dalam dua bidang:
a. Mereka sangat mempengaruhi
keputusan orang lain; artinya, seperti politikus ideologis dan promotor profesional,
mereka meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka. B. Mereka meneruskan
informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum. Dalam arus
komunikasi dua tahap gagasan sering mengalir dari media massa kepada pemuka
pendapat dan dari mereka kepada bagian penduduk yang kurang aktif . banyak
studi yang membenarkan pentingnya kepemimpinan pendapat melalui komunikasi
interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang penting.
3.1 Komunikator Politik
Salah satu ciri dari komunikasi adalah bahwa orang jarang dapat menghindari keikutsertaan (partisipasi). Hanya dihadiri dan diperhitungkan oleh seorang lain pun bisa memiliki nilai pesan. Dalam arti yang paling umum kita semua adalah komunikator. Siapapun yang berada dalam setting politik bisa disebut sebagai komunikator politik. Komunikator politik disini adalah orang yang secara tetap dan berkesinambungan melakukan komunikasi politik. Oleh karenanya kemudian komunikator politik ini akan dititiktekankan kepada pemimpin proses politik dalam membentuk suatu opini.
Sosiolog J.D Halloran, seorang pengamat komunikasi massa, berpendapat bahwa banyak studi komunikasi mengabaikan satu karakteristik proses yang penting, yakni komunikasi terjadi di dalam suatu matriks sosial. Situasi tempat dimana komunikasi bermula, berkembang, dan berlangsung terus-menerus. Situasi sosial yaitu hubungan antara komunikator dengan khalayaknya, yang merupakan bagian integral dari sistem sosial ini. Meskipun anggapan ini sederhana, tulis Halloran, ketidak pekaan banyak ahli teori komunikasi telah mengakibatkan “ketidakseimbangan”, mereka lebih banyak mencurahkan kepada penelitian akibat komunikasi ketimbang kepada komunikator. Para perumus teori terlalu mudah mengabaikan “komunikator masssa sebagai orang yang menduduki posisi penting yang peka di dalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dengan menolak dan memilih informasi yang semuanya terjadi di dalam sistem sosial yang bersangkutan”.
Apa yang dikatakan oleh Halloran tentang komunikator massa, berlaku juga bagi komunikator politik. Komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses pembentukan suatu opini publik. Salah satu teori opini publik yang seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politik, yaitu teori pelopor mengenai opini publik. Dalam hal ini menegaskan bahwa pemimpin menciptakan opini publik karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan yang mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima. Karena itu opini publik disini dipahami sebagai sejenis tanggapan publik terhadap pemikiran dan usaha para aristokrat (pemuka pendapat) pikiran itu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru, dan argumen-argumen baru.
3.2
Komunikator Politik Sebagai Pemimpin Politik
Perbedaan
tugas dan emosi dalam kepemimpinan:
Menurut seorang ilmuwan bernama
Lewis Froman, terdapat enam kecenderungan yang membedakan seorang pemimpin
dengan bukan seorang pemimpin di dalam suatu kelompok, di mana ke enam
kecenderungan tersebut dapat dijelaskan melalui kecenderungan yang dimiliki
seorang pemimpin sebagai berikut ini.
1. Memperoleh kepuasan yang lebih beragam karena menjadi anggota kelompok.
2. Lebih kuat dalam memegang nilai – nilai mereka.
3. Memiliki kepercayaan yang lebih besar tentang kelompok itu dan hubungannya dengan kelompok lain, seperti mengenai pemerintah, masalah politik dan sebagainya.
4. Kurang kemungkinannya untuk berubah kepercayaan, nilai, dan pengharapannya karena tekanan yang diberikan kepadanya.
5. Lebih mungkin membuat keputusan mengenai kelompok berdasarkan kepercayaan, nilai, dan pengharapan sebelumnya.
6. Lebih berorientasi kepada masalah, terutama mengenai masalah yang menyangkut perolehan
material, alih – alih kepuasan yang
kurang nyata atau pertanyaan yang penuh emosi.
Adapun kecenderungan – kecenderungan yang membedakan antara seorang pemimpin dan bukan seorang pemimpin di atas tersebut secara jelas lebih menunjukkan perbedaan antara seorang pemimpin dan seorang yang tak acuh daripada antara seorang pemimpin dan seorang pengikut, karena penjelasa pemimpin dan pengikut bukan merupakan tanda yang berlawanan.
Berkaitan dengan sub tema ini kemudian dijelaskan pula mengenai orientasi seorang pemimpin yang menurut hasil penelitian di bagi kedalam dua poin penting, yaitu :
Adapun kecenderungan – kecenderungan yang membedakan antara seorang pemimpin dan bukan seorang pemimpin di atas tersebut secara jelas lebih menunjukkan perbedaan antara seorang pemimpin dan seorang yang tak acuh daripada antara seorang pemimpin dan seorang pengikut, karena penjelasa pemimpin dan pengikut bukan merupakan tanda yang berlawanan.
Berkaitan dengan sub tema ini kemudian dijelaskan pula mengenai orientasi seorang pemimpin yang menurut hasil penelitian di bagi kedalam dua poin penting, yaitu :
1. Pemimpin yang berorientasikan tugas.
Dalam hal ini pemimpin menetapkan
dan bekerja untuk mencapai prestasi atau tujuan kelompok, mengorganisasi agar
pekerjaan dapat diselesaikan dengan misalnya membentuk panitia dan hubungan
atasan – bawahan, memikirkan jadwal dan batas waktu, dan sebagainya.
2. Pemimpin yang
berorientasikan orang, sosial atau emosi.
Dalam hal ini pemimpin lebih
cenderung memberikan perhatian terhadap hal – hal yang berkaitan dengan
keinginan dan kebutuhan pengikut, penciptaan hubungan pribadi yang hangat,
pengembangan rasa saling percaya, pengasuhan kerja sama, dan pencapaian
solidaritas sosial.
Tipe kepemimpinan tugas maupun
kepemimpinan emosional tidak ada yang jauh lebih unggul, karena dua tipe
kepemimpinan ini akan sangat dibutuhkan dalam setiap kelompok, bergantung pada
situasinya. Dan peran dari dua tipe kepemimpinan ini dapat dimainkan sekaligus
oleh satu orang. Seperti yang dilakukan para politikus, profesional, dan
aktivis yang lebih sering menggabungkan gaya tugas dan emosi sebagai peran
pemimpin politiknya.
3. Pemimpin organisasi dan pemimpin
simbolik dalam politik
Sub tema ini akan menjelaskan mengenai perbedaan di antara pemimpin organisasi yang jabatannya secara struktural diakui dengan pemimpin yang hanya bersifat simbolik saja. Adapun perbedaan tersebut secara lebih detail dapat dijelaskan seperti berikut ini:
1. Pemimpin
Organisasi.
hal ini seorang komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Dan diluar mereka sering kali tidak tidak banyak artinya bagi orang lain.
2. Pemimpin Simbolik
Pemimpin
dalam hal ini merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang di dalam
dirinya sebagai manusia, kepribadian, tokoh yang ternama, dan sebagainya. Dan
bukan karena posisi mereka secara struktural dalam suatu organisasi.
·
Ikatan komunikasi di antara pemimpin
dan pengikut
Seorang ilmuwan bernama Robert
Salisbury menganalogikan ikatan atara pemimpin dan pengikut sama seperti dengan
pengusaha dan pelanggan. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin kepentingan
yang terorganisasi, misalnya, memberi dorongan untuk menciptakan kelompok
dengan menyajikan insentif kepada orang – orang yang menjadi anggota kelompok.
Di mana insentif ini berfungsi sebagai penukar “biaya” mereka untuk bergabung
dan memberikan dukungan.
·
Adapun Salisbury juga menjelaskan
mengenai tiga keuntungan utama yang akan diperoleh pengikut dari transaksi
kepemimpinan – kepengikutan ini. Tiga keuntungan utama tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Memiliki keuntungan material.
Keuntungan ini terdiri atas ganjaran
berupa barang atau jasa seperti pekerjaan, tingkat pajak yang dipilih, kontrak
pemerintah, perbaikan jalan, perumahan yang memadai, tingkat harga dan upah
yang dapat diterima, dan sebagainya.
2. Memiliki keuntungan
solidaritas
Keuntungan ini mencakup ganjaran
sosial atau hanya bergabung dengan orang lain dalam kegiatan bersama seperti
sosialisasi, persahabatan, kesadaran status, identifikasi kelompok, keramahan
dan kegembiraan.
3. Memiliki keuntungan ekspresif
Keuntungan ini berkaitan dengan
suatu tindakan dari yang bersangkutan dalam hal mengungkapkan kepentingan atau
nilai seseorang atau kelompok, yang dilakukan bukan secara instrumental
mengejar kepentingan atau nilai.
·
Citra rakyat tentang komunikator
politik dan pemimpin politik:
Persepsi pemberi suara terhadap para
calon yang mengesankan pada dasarnya didasari oleh dua hal, yaitu
1. Berkaitan dengan peran, yang
meliputi pengalaman dan latar belakang (jika ada) dalam jawatan pemerintahan,
pengalaman dan kualifikasinya, catatan dan asosiasi dalam politik partisan dan
atribut lain yang bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan yang berorientasikan
tugas.
2. Berkaitan dengan gaya, yang meliputi
atribut – atribut pribadi yang dipersepsi (kejujuran, itelenjensi, penampilan
fisik dan lain sebagainya) serta keterampilan sebagai aktor drama (bagaimana ia
tampak dalam penampilan pribadi, penyajian televisi, debat dan sebagainya).
Pada umumnya kebanyakan pemberi
suara lebih menekankan gaya daripada mutu peran dalam hal pemilihan calon, di
mana sebagian dari mereka mencari ikatan emosional di antara mereka sendiri dan
yang berusaha untuk mendapatkan dukungan mereka.
·
Karakteristik sosial pemimpin
politik:
Secara umum semua hasil studi
menunjukkan dan menemukan bahwa karakteristik sosial dari seorang pemimpin
politik secara nyata berbeda dari populasi umum kebanyakan.Di samping itu hasil
studi juga menemukan bahwa mereka, para pemimpin politik berbeda dalam segi –
segi lain seperti berbeda dalam tingkat keterlibatan politik, kepercayaan
politik, nilai dan pengharapan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan.
·
Pemilihan pemimpin politik
Pemilihan pemimpin politik dalam hal
ini berlangsung dalam banyak kotak atau tahapan. Di mana tahapan ini dibagi
kedalam enam tahap utama yang terdiri dari :
1. Pemilihan
terhadap yang memenuhi syarat di antara populasi umum, yaitu terhadap semua
orang yang disahkan secara hukum untuk mengambil bagian dalam politik dan untuk
memegang jabatan.
2. Pemilihan
terhadap orang – orang yang mampu (available) atau orang – orang yang memiliki
sumber daya yang diperlukan, terutama berkaitan dengan sumber daya sosial dan
ekonomi untuk melibatkan diri dalam politik.
3. Pemilihan
partisipan politik, yaitu pemilihan terhadap orang – orang yang memiliki minat
dan motivasi terhdap politik melalui sosialisasi masa kanak – kanak, sehingga
menjadi menaruh perhatian pada politik setelah dewasa karena suatu peristiwa
atau masalah.
4. Memilih kira –
kira tiga perempat dari jumlah yang mampu, kelompok yang lebih kecil lagi yang
menjadi partisipan (sekitar 10 persen dari orang – orang yang mampu). Di mana
kelompok ini disebut dengan para konsisten, yaitu orang – orang yang memiliki
perhatian yang berkesinambungan terhdap politik, yang sesuai dengan uraian
mengenai komunikator politik utama.
5. Penetapan calon
atau kandidat bagi jabatan pemerintahan.
6. Mengikuti
kampanye pemilihan, yang merupakan tahapan akhir dalam proses pemilihan
pemimpin organisasi.
Secara singkatnya dapat kita ketahui bahwa komunikator politik yang menjadi pemimpin dalam organisasi pemerintah tidak dipilih secara acak, melainkan dipilih secara selektif melalui berbagai tahapan yang kemudian menjadikan mereka masuk dalam pengkelompokan yang lebih kecil lagi yang memenuhi ketetapan dari syarat, kemampuan, partisipasi, konsistensi, kandidat dan yang terpilih.
Dalam komunikasi politik,
komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas
komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Richard E.
Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic
and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus
ada pada komunikator politik, yaitu communicator credibility, communicator
attractiveness, communicator similarity dan communicator power (Petty,
1996).
1. Kredibilitas (Kepercayaan)
Kredibilitas sumber mengacu pada
sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan
dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesan yang disampaikan.
Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan kepercayaan
sumber (source trustworthiness).
a. Keahlian sumber adalah
tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap subjek di mana ia
berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh mana sumber
dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para peneliti telah
menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan kontribusi independen
terhadap efektivitas sumber. Dibuktikan oleh Petty bahwa, “expertise was
therefore important in inducing attitude change, especially when that advocated
position was quite different from the recipients’ initial attitude.” Karena
sumber yang sangat kredibel menghalangi pengembangan argumen tandingan, maka
sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibanding sumber yang kurang
kredibel. Sebagaimana dikemukakan Lorge dari hasil penelitiannya, bahwa “a
high credibility source was more persuasive than a low credibility source if
attitudes were measured immediately after the message” (Petty, 1996).
b. Sementara, aspek kepercayaan itu
sendiri memiliki indikator-indikator antara lain tidak memihak, jujur, memiliki
integritas, mampu, bijaksana, mempunyai kesungguhan dan simpatik.
2. Daya tarik
Daya tarik seorang komunikator bisa
terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban,
kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya. Sebagaimana dikemukakan Petty
(1996):
“Two communicators may be trusted
experts on some issue, but one may be more liked or more physicallyattractive
than the other… in part because of his physical appearance, style of speaking
and mannerism, …the attractiveness is due to the performance, communication
skills, self evaluation … by verbal and by the behavioral measure.”
Daya tarik fisik sumber (source
physical attractiveness) merupakan syarat kepribadian . Daya tarik fisik
komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik dalam
mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik seseorang
adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan
lain-lain.
Sumber disukai oleh audience
bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan,
harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber tersebut adalah
sumber yang menyenangkan (source likability), yang maksudnya adalah
perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience) terhadap sumber
informasi. Mendefinisikan menyenangkan memang agak sulit karena sangat
bervariasi antara satu orang dan orang lain. Namun secara umum, sumber yang
menyenangkan mengacu pada sejauh mana sumber tersebut dilihat berperilaku
sesuai dengan hasrat mereka yang mengobservasi. Jadi, sumber dapat menyenangkan
karena mereka bertindak atau mendukung kepercayaan yang hampir sama dengan
komunikan.
Sumber yang menyenangkan (sesuai
kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas
komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku. Bila itu
terjadi, sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi penerima, artinya adalah
bahwa sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa yang mereka
komunikasikan.
4. Power
Power, menurut Petty (1996) adalah “the
extent to which the source can administer rewards or punishment.” Sumber
yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan
dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Pada
dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari
hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa, “people
simply report more agreement with the powerful source to maximize their rewards
and minimize their punishment.”
Jadi pada dasarnya harus ada tiga
syarat untuk menjadi seorang powerful communicator, yaitu: (1) the
recipients of the communication must believe that the source can indeed
administer rewards or punishments to them; (2) recipients must decide that the
source will use theses rewards or punishments to bring about their compliance;
(3) the recipients must believe that the source will find out whether or not
they comply (Petty, 1996). Dengan dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan,
artinya komunikator dapat mempengaruhi atau mempersuasi perilaku komunikan.
Dalam upayanya mempersuasi komunikan, biasanya ada dua faktor penunjang yang
harus diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut adalah
keterlibatan sumber dan kepentingan isu bagi penerima. Keterlibatan yang tinggi
menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu yang semakin dekat
dengan kepentingan penerima biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan.
3.4 Tokoh Politik Sebagai
Komunikator Politik
“Analisa
Seorang Tokoh Politik Sebagai Komunikator Politik”
Komunikator adalah seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain. Bila dikaitkan dengan politik, dapat
dipahami komunikator politik merupakan orang yang menyampaikan pesan politik
kepada orang lain atau bisa jadi masyarakat. Tanpa kita sadari bahwa banyak
diantara pejabat-pejabat Indonesia merupakan seorang komunikator politik.
Mereka bisa berada di badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang ikut
terhadap jalannya proses politik di negara kita.
Dalam analisa ini, tokoh politik
yang diambil adalah Joko Widodo yang merupakan Mantan Walikota Solo. Sosok
beliau merupakan sosok yang rendah hati, ramah, dan tidak banyak omongan belaka
talk less do more, sedikit bicara banyak bekerja. Hal itulah yang
membuatnya kemarin diajukan untuk menjadi calon Gubernur pada Pemilu Gubernur
Jakarta tahun 2012. Dan beliau juga memiliki kedekatan yang sangat kuat dengan
masyarakat Solo.
Jokowi adalah seorang pengusaha
mebel kayu sebelum dirinya mengajukan diri untuk maju pada pemilihan Walikota
Solo saat itu. Dan dari riwayat pendidikannya beliau adalah seorang lulusan
Fakultas Kehutanan di Universitas Gajah Mada (UGM). Sangat bertolak belakang
sekali antara kehutanan dan politik. Tetapi dalam kaca mata teman-temannya pada
masa itu, Jokowi dianggap mampu dalam membawa kemajuan bagi kota Solo
kedepannya. Dan ternyata hal tersebut terbukti, setelah naiknya Jokowi menjadi
Walikota Solo membawa perubahan yang sangat besar bagi kota tersebut. Branding
untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu "Solo: The Spirit of
Java". Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di
Jawa,Jokowi mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir
tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat
pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi
langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.
Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya,
dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju
dengan prinsip kepemimpinannya.
Sebagai tindak lanjut branding
ia mengajukan Solo untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan
diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta
menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini.
Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia
(FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk
dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan.
Yang telah dijelaskan diatas adalah
pembaharuan-pembaharuan yang telah dilakukan oleh Jokowi sewaktu menjabat
sebagai Walikota Solo. Tetapi apakah dengan menjabatnya beliau sebagai birokrat
dapat dikatakan bahwa beliau sebagai komunikator politik? Jawabannya tentu saja
iya. Politikus adalah seorang komunikator politik. Walikota adalah badan
eksekutif dalam tingkat daerahnya sehingga Jokowi adalah seorang komunikator
politik yang menyampaikan pesan politik baik itu kebijakan yang harus dilakukan
atau peraturan yang berhubungan dengan politik kepada masyarakat luas. Tetapi
yang sering terjadi di Indonesia adalah ketika seorang politikus itu berlaku
sebagai komunikator yang baik adalah hanya untuk kepentingan tertentu saja,
misalnya saja untuk kepentingannya maju pada pemilihan kepala daerah.
Ada beberapa ciri seorang
komunikator yang baik diantaranya adalah harus punya capability yaitu
kemampuan, pengetahuan, keahlian, serta pengalaman. Untuk maju dalam Pilgub
Jakarta 2012 waktu itu Jokowi sudah mempunyai pengalaman yang tidak diragukan
lagi. Mengingat ia telah dua kali terpilih sebagai Walikota Solo. Dimana pada
saat periode pertama 2005-2010 habis dan beliau mengundurkan diri untuk menjadi
seorang walikota kembali. Jokowi memutuskan untuk kembali lagi menjadi tukang
kayu (pengusaha mebel). Tetapi setelah dilakukan survey terhadap dirinya hasil
yang luar biasa terjadi yang diluar anggapan beliau. Hasil survey menunjukkan
bahwa 87% masyarakat Solo masih menginginkan Jokowi untuk menjabat kembali
sebagai Walikota Solo. Akhirnya ia terpilih menjabat kembali sebagai Walikota
Solo untuk periode 2010-2015.
Seorang komunikator politik untuk
menyampaikan maksud harus mempunyai apa yang dimiliki oleh Jokowi tadi.
Sehingga pesan politik kita tadi akan sampai dengan orang yang dimaksud. Dan
tidak menimbulkan gangguan dalam memahami apa yang disampaikan. Capability yang
kita miliki akan sangat persuasif sekali bila kita sampaikan kepada sasaran
politik kita. Dan itulah yang dimiliki oleh Jokowi saat ia ingin maju kembali
pada Pemilihan walikota Solo 2010-2015.
Selain capability yang harus
dimiliki seorang komunikator adalah harus menarik. Secara fisik mungkin Jokowi
bukan orang yang berparas ganteng sehingga rakyat menyukai dan memaknai sama
pesan yang ia sampaikan. Tetapi secara personality ia berbeda. Itu
terlihat saat wawancara yang dilakukan oleh Republika dengan Jokowi beberapa
waktu yang lalu. Dimana beliau menjawab apa adanya saja, santai dan tidak
dibuat-dibuat. Dengan medok jawa yang khas ia menunjukkan dirinya yang
sebenarnya dan ternyata rakyat suka, dimana mayoritas masyarakat Solo adalah
merupakan masyarakat Jawa. Inilah yang membedakannya dengan kandidat lainnya.
Kesamaan dengan rakyat adalah hal
yang harus dimiliki seorang komunikator politik. Jokowi adalah elit politik di
kota Solo sewaktu menjabat sebagai Walikota, sedangkan masyarakat terletak
dibawah pemerintahan Jokowi. Agar pesan yang disampaikannya dapat ditangkap
oleh masyarakat maka ia harus juga menyesuaikan diri dengan keadaan itu. Contoh
kecilnya adalah Waktu itu Jokowi ingin maju pada Pilgub Jakarta tahun 2012,
sebelumnya ia datang kejakarta dan bersama-sama naik kopaja mengelilingi
Jakarta. Ini adalah salah satu cara Jokowi untuk menyampaikan maksud politiknya
dengan bersosialisasi dengan masyarakat.
Dan yang terakhir yang harus
dimiliki komunikator politik adalah power atau kekuatan. Yang dimaksud
dengan kekuatan disini adalah mencakup materi atau finansialnya ataupun
pendidikannya. Gelar belakang yang dimiliki oleh seseorang jaman sekarang tidak
begitu mempengaruhi apakah ia terpilih atau tidak. Karena kandidat lain juga
memiliki gelar yang sama namun bidang yang berbeda. Inilah yang harus dimiliki
seorang komunikator. Status sosial yang dimiliki oleh Jokowi yang menjabat
sebagai Walikota Solo adalah modal besar yang dimilikinya untuk maju pada
Pilgub. Tetapi tetap masyarakatlah yang akan menilai, dan memaknai pesan
politiknya.
\
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
ditarik kesimpulanya yaitu :
Komunikator politik merupakan salah
satu faktor yang penting dan menentukan dalam efektivitas komunikasi. Dan Nimmo
mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik yaitu sebagai berikut :
- Politikus
- Professional
- Aktivis.
Disisi lain ada beberapa komponen yang
juga harus ada di dalam komunikator yaitu sebagai berikut :
- Kredibilitas
- Daya tarik
- Kesamaan
- Power
Sering kita mendengar kata
komunikator politik atau lebih familiar memberikan lebelitas sebagai politikus.
Bahkan selama ini publik menganggap bahwa komunikator politik adalah bagi
mereka yang berkecimpung dalam dunia politik saja. Seandainya saya mengajukan
beberapa nama seperti SBY, Amin Rais dan Megawati, tentu anda yakin bahwa
mereka adalah komunikator politik. Berbeda ketika saya menyebut nama seperti
tukang ojek, tukang sayur, tukang es cendol dll, dari sekian nama tersebut
apakah anda akan memberikan lebel kepada mereka sebagai komunikator politik ?
Menurut buku komunikasi politik yang ditulis oleh Dan Nimo, ternyata kita semua termasuk komunikator politik baik suara keluhan tukang ojek terhadap kenaikan harga BBM, obrolan mahasiswa diruang kelas maupun seorang presiden membuat kebijakan publik. Komonikator politik tidak hanya disandang oleh mereka yang mempunyai nama yang besar saja tetapi juga mereka yang tidak mempunyai nama sekalipun. Tapi bagaimanapun juga mereka mempunyai wilayah masing-masing sebagaimana peran mereka dengan jangkaunya. Ada beberapa indikasi yang dianggap bisa mempengaruhi publik. Pertama, politikus sebagai komunikator politik, politikus bisa dipastikan sebagai pemegang pemerintahan strategis. Bagi mereka pemerintah wajib dicapai bahkan mereka bisa melakukan segala cara untuk memenuhi tersebut. Kedua, profesional sebagai komunikator politik, kelompok ini bisa dikatakan manipulator dan makelar simbol yang menghubungkan pemimpin satu sama lainnya. Adapun mereka masuk kedalam katagori ini adalah Jurnalis, Promotor. Jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita (mass media) yang menghubungkan segala berita kepada khalayak. Menurut saya, Jurnalis mempunyai urgent role dalam mempengaruhi opini publik. Selain jurnalis termasuk dalam kategori ini adalah tokoh masyarakat, pejabat informasi publik, personal periklanan, sekertaris kepresidenan, yang disebut promotor politik. Ketiga aktivis sebagai komunikator politik, kelompok ini mempunyai peran penting mempengaruhi opini publik, seperti juru bicara, walaupun tidak mempunyai cita-cita politik yang real seperti politikus, tetapi mereka cukup terlibat dalam politik maupun komunikasi, sehingga bisa disebut aktivis politik.
Menurut buku komunikasi politik yang ditulis oleh Dan Nimo, ternyata kita semua termasuk komunikator politik baik suara keluhan tukang ojek terhadap kenaikan harga BBM, obrolan mahasiswa diruang kelas maupun seorang presiden membuat kebijakan publik. Komonikator politik tidak hanya disandang oleh mereka yang mempunyai nama yang besar saja tetapi juga mereka yang tidak mempunyai nama sekalipun. Tapi bagaimanapun juga mereka mempunyai wilayah masing-masing sebagaimana peran mereka dengan jangkaunya. Ada beberapa indikasi yang dianggap bisa mempengaruhi publik. Pertama, politikus sebagai komunikator politik, politikus bisa dipastikan sebagai pemegang pemerintahan strategis. Bagi mereka pemerintah wajib dicapai bahkan mereka bisa melakukan segala cara untuk memenuhi tersebut. Kedua, profesional sebagai komunikator politik, kelompok ini bisa dikatakan manipulator dan makelar simbol yang menghubungkan pemimpin satu sama lainnya. Adapun mereka masuk kedalam katagori ini adalah Jurnalis, Promotor. Jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita (mass media) yang menghubungkan segala berita kepada khalayak. Menurut saya, Jurnalis mempunyai urgent role dalam mempengaruhi opini publik. Selain jurnalis termasuk dalam kategori ini adalah tokoh masyarakat, pejabat informasi publik, personal periklanan, sekertaris kepresidenan, yang disebut promotor politik. Ketiga aktivis sebagai komunikator politik, kelompok ini mempunyai peran penting mempengaruhi opini publik, seperti juru bicara, walaupun tidak mempunyai cita-cita politik yang real seperti politikus, tetapi mereka cukup terlibat dalam politik maupun komunikasi, sehingga bisa disebut aktivis politik.
· Kekuatan komunikator politik
Komunikator politik mempunyai daya tarik tersendiri dalam mengkonstruksi opini publik. Menurut saya, ada ikatan emosional dari komunikator politik tersebut jika dibandingkan dengan orang pada umumnya (termasuk komunikator politik) misalnya dikampus anda ada seminar nasional yang mendatangkan pembicara JK atau Akbar Tanjung, dan di tempat tidak jauh dari seminar itu juga ada seminar nasional yang pembicara dosen anda yang tidak begitu familiar, maka apa yang akan terjadi? Tentu masa akan menuju seminar yang pembicaranya JK atau Akbar Tanjung, sehingga dapat dipastikan komunikator lebih berperan dari pada sekedar tema. Dalam komunikator politik, jangan pernah bicara substansi ataupun kualitas tetapi kita perlu tahu, siapa yang menjadi komunikator.
Komunikator politik mempunyai daya tarik tersendiri dalam mengkonstruksi opini publik. Menurut saya, ada ikatan emosional dari komunikator politik tersebut jika dibandingkan dengan orang pada umumnya (termasuk komunikator politik) misalnya dikampus anda ada seminar nasional yang mendatangkan pembicara JK atau Akbar Tanjung, dan di tempat tidak jauh dari seminar itu juga ada seminar nasional yang pembicara dosen anda yang tidak begitu familiar, maka apa yang akan terjadi? Tentu masa akan menuju seminar yang pembicaranya JK atau Akbar Tanjung, sehingga dapat dipastikan komunikator lebih berperan dari pada sekedar tema. Dalam komunikator politik, jangan pernah bicara substansi ataupun kualitas tetapi kita perlu tahu, siapa yang menjadi komunikator.
· Dalam Kontek Indonesia
Dalam kehidupan di negara berkembang seperti Indonesia. Komunikator politik mempengaruhi konsep dan pilihan masyarakat, disebabkan political level yang ada di negara ini hanya sebatas cultural politic, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (educational level) warga negara Indonesia masih rendah, dan juga belum merata. Masyarakat kita sepertinya belum bisa lepas dari lingkaran cultural. Menurut Gungun Heryanto (Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta) perjalanan politik di Indonesia belum bisa dilepaskan dari ketergantungan dua organ masyarakat NU dan Muhamadiyah. Bagi komunikator politik berasal dari background manapun harus memperhatikan suara dari kedua organ tersebut. Apalagi dewasa ini, media massa kita dihiasi dengan berbagai pemberitaan mengenai statement Gusdur (tokoh NU & Komunikator politik) yang menyatakan memilih golput pada pemilu 2009, seandainya PKB versi muktamar Parung tidak diikut sertakan mengikuti pemilu mendatang. Tentu statement ini kalau benar-benar terjadi akan mengurangi legitimasi pemilu di wilayah prosedural, menimbang Gusdur adalah komunikator politik yang berpengaruh.
Dalam kehidupan di negara berkembang seperti Indonesia. Komunikator politik mempengaruhi konsep dan pilihan masyarakat, disebabkan political level yang ada di negara ini hanya sebatas cultural politic, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (educational level) warga negara Indonesia masih rendah, dan juga belum merata. Masyarakat kita sepertinya belum bisa lepas dari lingkaran cultural. Menurut Gungun Heryanto (Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta) perjalanan politik di Indonesia belum bisa dilepaskan dari ketergantungan dua organ masyarakat NU dan Muhamadiyah. Bagi komunikator politik berasal dari background manapun harus memperhatikan suara dari kedua organ tersebut. Apalagi dewasa ini, media massa kita dihiasi dengan berbagai pemberitaan mengenai statement Gusdur (tokoh NU & Komunikator politik) yang menyatakan memilih golput pada pemilu 2009, seandainya PKB versi muktamar Parung tidak diikut sertakan mengikuti pemilu mendatang. Tentu statement ini kalau benar-benar terjadi akan mengurangi legitimasi pemilu di wilayah prosedural, menimbang Gusdur adalah komunikator politik yang berpengaruh.
Tingkatan di wilayah rasional
politic bisa diaplikasikan di negara-negara maju. Bahkan di Amerika yang bisa
dikategorikan negara yang bisa menjalankan rasional politic masih saja ada
unsur-unsur primordialisme, rasisme yang seharusnya sudah bebas dari isu-isu
semacam itu. Hal itu bisa dibuktikan ketika obama sebagai salah satu kandidat
dari kulit hitam mencalonkan diri sebagai presiden AS sempat juga tersebar isu
masalah rasisme bahkan sampai terhadap keyakinan (faith) obama.
Apalagi dalam kontek indonesia
sepertinya masih sulit bagi kandidat yang belum cukup familiar untuk mendobrak
jendela kepresidenan bahkan politikus muda pun masih dipertanyakan meskipun
secara realitas tidak kalah dengan kaum tua. Sempat juga terlontar isu politik
jawa masih membayang-bayangi perjalanan politik Indonesia.
Ternyata pengaruh komunikator poitik
di negeri ini begitu kuatnya, seakan-akan suara satu juta orang pun belum bisa
menandingi suara satu komunikator politik. Maka, kita Jangan sekali-kali
bertanya isi dari pembicarannya tetapi tanya siapa yang berbicara.
4.1 Kritik & Saran
Makalah ini tentu masih jauh dari
nilai kesempurnaan, karena dibuat hanya sebatas khazanah pengetahuan kami itu
pun dengan referensi yang masih sangat minim. Oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dan Nimmo, 1989. Komunikasi
Politik: Komunikator, Pesan dan Media (Edisi Terjemahan oleh
Tjun Surjaman). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi
Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi
Politik : Konsep, Teori dan Strategi,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.